Tuhan Yang Menebus

Rabu, 16 November 2022

“Semuanya ini telah menimpa kami, tetapi kami tidak melupakan Engkau, dan tidak mengkhianati perjanjian-Mu.” (Mazmur 44:18)

Bacaan hari ini: Mazmur 44:1-27 | Bacaan setahun: Mazmur 43-44

Sebagai anak di tingkat Sekolah Dasar, saya beberapa kali bertengkar dengan teman saya, baik karena kesalahannya ataupun kesalahan saya sendiri. Hal tersebut tentu membuat guru saya selaku wali kelas melerai dan mendamaikan kami berdua. Tidak jarang, setelah itu orang tua kami dipanggil, diberikan pengertian serta pengarahan mengenai insiden yang terjadi. Satu perasaan yang saya ingat jelas adalah kelegaan ketika orang tua saya datang untuk membela saya dalam perkara tersebut. Saya tetap senang sekalipun ada hal buruk yang menanti setelah itu. Ya, benar, saya dimarahi, diingatkan untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Perasaan tersebut tidak tergambar dalam firman Tuhan ini. Seruan ratapan mazmur ini merupakan seruan umat Tuhan sebagai satu bangsa. Jelas terlihat dari isi Mazmur ini bahwa sang raja beserta rakyatnya dalam kondisi terpuruk. Selain terpuruk, Allah seakan diam akan kondisi mereka. Satu hal yang mereka percayai hanyalah tangan Allah yang berkuasa telah menolong mereka di masa lampau (ay. 2-9). Sayang, kejadian indah dan ajaib itu tidak lagi dirasakan, seolah Allah telah membuang mereka sebagai umat-Nya. Dengan teriakan keras, mereka mengungkapkan perasaannya yang hancur, terpuruk dan terhina akibat situasi buruk (ay. 10-17). Uniknya, pengalaman masa lampau bersama dengan Allah tetap menjadi sandaran untuk terus berharap kepada Allah, pemilik kehidupan. Mereka bertekad untuk tidak melupakan Allah dan menjaga kesetiaan mereka (ay. 18).

Firman hari ini mengingatkan kita pada kondisi Ayub. Satu pertanyaan besar kita: mengapa seorang anak Tuhan yang terus berjuang untuk setia, mengalami hal-hal buruk dalam hidupnya? Dalam keterbatasan kita, firman Tuhan memperlihatkan, pengalaman pribadi bersama Allah menjadi batu peringatan penting bagi kita untuk melangkah. Jika Ia adalah Allah yang telah menolong, menjadi pembela di masa lampau, bahkan memberi yang terbaik, masakan Ia tidak akan menolong kita pada masa kini maupun akan datang? Biarlah pengalaman kita bersama-Nya menjadi pengenalan yang benar akan pribadi Allah dan menjadi sandaran kita untuk terus berharap.

STUDI PRIBADI: Sudahkah pengalaman rohani bersama Allah menjadi momentum kita mengenal Allah secara pribadi? Apa penghalang utama persekutuan kita dengan Allah?

Pokok Doa: Berdoa agar dalam kesesakan, kita mampu untuk mengarahkan mata dan hati kepada Allah. Berdoa agar perkembangan setiap gereja dan yayasan Kristen semakin menjadi berkat di tengah masyarakat sekitar. 

Sharing Is Caring :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *