Minggu, 12 Februari 2023
“Orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan ... tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.” (Pengkhotbah 6:2)
Bacaan hari ini: Pengkhotbah 6:1-12 | Bacaan setahun: Pengkhotbah 5-6
Pengkhotbah 5
Takutlah akan Allah
1 (4-17) Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
2 (5-1) Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.
3 (5-2) Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.
4 (5-3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu.
5 (5-4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya.
6 (5-5) Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu?
7 (5-6) Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah.
Kesia-siaan kekayaan
8 (5-7) Kalau engkau melihat dalam suatu daerah orang miskin ditindas dan hukum serta keadilan diperkosa, janganlah heran akan perkara itu, karena pejabat tinggi yang satu mengawasi yang lain, begitu pula pejabat-pejabat yang lebih tinggi mengawasi mereka.
9 (5-8) Suatu keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian ialah, kalau rajanya dihormati di daerah itu.
10 (5-9) Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.
11 (5-10) Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?
12 (5-11) Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur.
13 (5-12) Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri.
14 (5-13) Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatupun padanya untuk anaknya.
15 (5-14) Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya.
16 (5-15) Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikianpun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin?
17 (5-16) Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan.
18 (5-17) Lihatlah, yang kuanggap baik dan tepat ialah, kalau orang makan minum dan bersenang-senang dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya, sebab itulah bahagiannya.
19 (5-18) Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya–juga itupun karunia Allah.
20 (5-19) Tidak sering ia mengingat umurnya, karena Allah membiarkan dia sibuk dengan kesenangan hatinya.
Pengkhotbah 6 : 1-12
1 Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia:
2 orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.
3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
10 Apapun yang ada, sudah lama disebut namanya. Dan sudah diketahui siapa manusia, yaitu bahwa ia tidak dapat mengadakan perkara dengan yang lebih kuat dari padanya.
11 Karena makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia?
12 Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia?
Renungan hari ini diambil dari Pengkhotbah 6:1-12. Perikop tersebut sedang membahas mengenai lanjutan dari: Takutlah akan Allah. Akan tetapi, fokus perenungan penulis pada saat ini adalah ayat ke-2, yang dikatakan: “Orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatu pun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.” Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa kekayaan bukan segala-galanya. Kekayaan tidak menjamin seseorang dapat hidup tenang dan menikmatinya. Oleh karena itu, adalah sia-sia jika hidup kaya tetapi tidak bisa menggunakan kekayaan tersebut untuk dirinya sendiri. Jadi sangatlah penting keterlibatan Allah dalam segala sesuatunya.
Kekayaan di dalam dunia ini bersifat sangat sementara, tidak ada yang abadi dan tidak ada yang kekal. Dengan demikian, hendaknya kekayaan yang ada bisa kita gunakan untuk memuliakan Tuhan dan membantu pekerjaan Tuhan. Sangatlah ironi jika kekayaan digunakan untuk berfoya-foya dan dipakai sebagai alat untuk melakukan dosa. Dalam Roma 11:36, dikatakan: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Oleh karena itu, kekayaan yang dimiliki adalah dari Tuhan dan kembali untuk kemuliaan Tuhan. Jangan sampai terbalik, yaitu kekayaan adalah dari Tuhan untuk diri sendiri dan tidak untuk memuliakan Tuhan.
Oleh karena itu, apa yang dapat kita pelajari pada hari ini? Pertama, mengucap syukur kepada Allah atas apa yang telah Ia berikan. Terkadang dalam kehidupan ini, kita selalu mengeluhkan kekurangan berkat. Namun, pada hari ini kita diingatkan oleh Tuhan untuk bersyukur atas apa yang telah Ia berikan. Kedua, harta benda yang dimiliki kita gunakan kembali untuk pekerjaan Tuhan. Sangatlah ironi apabila anak-anak Tuhan menggunakan harta bendanya untuk melakukan dosa. Tindakan yang demikian sangatlah tidak terpuji dan tidak memuliakan Allah.
STUDI PRIBADI: Apakah kita telah menggunakan harta benda yang diberikan oleh Allah untuk pekerjaan Allah di dunia ini?
Pokok Doa: Berdoalah, agar digerakkan oleh Roh Kudus untuk memakai harta benda yang telah diberikan oleh Tuhan untuk membantu pekerjaan Tuhan di dunia ini.