Ahas, Raja Yehuda

Kamis, 21 Juli 2022

“Ia tidak melakukan apa yang benar di mata TUHAN, Allahnya,... bahkan dia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel.” (2 Raja-raja 16:2, 3)

Bacaan hari ini: 2 Raja-raja 16 | Bacaan setahun: 2 Raja-raja 16-17

Dalam banyak hal, persoalan yang terjadi di dalam hidup kita sangat bergantung kepada pribadi-pribadi yang ada di sekitar hidup kita. Di satu sisi, ada orang yang disebut sebagai troublemaker, yaitu pribadi yang selalu membuat perkara atau permasalahan, atau seseorang yang tidak mampu menyelesaikan konflik dengan baik. Di sisi lain, juga ada orang yang disebut sebagai peacemaker, yaitu pribadi yang selalu mengusahakan kedamaian tanpa harus mengorbankan kebenaran.

Raja Ahas adalah seorang raja yang memiliki contoh dan teladan iman yang sangat baik dari ayahnya, yakni Raja Yotam. Namun, ketika ia menjadi raja Israel, ia telah mengambil keputusan yang salah, yaitu hidup seperti raja-raja Israel yang menyembah berhala dan bahkan melakukan ritual yang jahat di mata Tuhan. Ahas juga mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban, maksudnya mempersembahkan anaknya untuk dibakar sungguh-sungguh. Ahas melakukan hal itu sebagai korban kepada Baal (Bil. 31:23; 2Taw. 28:3). Bahkan, Ahas melakukan kesepakatan bersama bangsa Asyur, mengambil harta dari Bait Allah untuk dijadikan pembayaran upeti bagi Raja Asyur, mendirikan mezbah korban sesuai dengan yang ada di Damsyik, dan menyingkirkan mezbah ibadah kepada Tuhan. Keputusan Ahas ini sangat merugikan dirinya, juga bangsa Israel. Seorang pemimpin yang melawan Allah pasti akan menghadapi murka Allah; dan kehidupan Raja Ahas menunjukkan bahwa dirinya dengan sengaja menolak kedaulatan Tuhan atas dirinya maupun bangsanya. Dengan demikian, ia menyangkali adanya Tuhan dalam hidupnya.

Memiliki kehidupan yang sangat baik dan berarti selalu dimulai dengan keputusan yang baik dan tepat. Apabila kita mengambil keputusan yang salah, maka tentunya itu akan menghasilkan kehidupan yang menjadi batu sandungan bagi sesama. Karena itu, marilah kita belajar untuk mengambil keputusan yang benar di mata Tuhan, yakni dengan mengakui, menaati, dan mempersembahkan hidup kita secara total kepada Allah, bukan untuk kepentingan diri sendiri.

STUDI PRIBADI: Apakah kita masih menyimpan dosa yang sangat mendukakan hati Allah? Bagaimana komitmen kita untuk mengakui kedaulatan Allah dalam hidup kita?

Pokok Doa: Berdoa bagi para pemimpin Gereja Tuhan dan Indonesia, agar diberikan hikmat dan hati yang takut Allah, saat mengambil keputusan bagi banyak orang. Umat Tuhan setia menghadirkan Allah dalam kehidupannya. 

Sharing Is Caring :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *