Senin, 26 September 2022
“Maka Firman Tuhan kepada Iblis: Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya.” (Ayub 2:6)
Bacaan hari ini: Ayub 2:1-13 | Bacaan setahun: Ayub 2-3
Ayub 2 : 1-13
1 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN.
2 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Dari mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.”
3 Firman TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.”
4 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya.
5 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu.”
6 Maka firman TUHAN kepada Iblis: “Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya.”
7 Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.
8 Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.
9 Maka berkatalah isterinya kepadanya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!”
10 Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
11 Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia.
12 Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit.
13 Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.
Ayub 3
Keluh kesah Ayub
1 Sesudah itu Ayub membuka mulutnya dan mengutuki hari kelahirannya.
2 Maka berbicaralah Ayub:
3 “Biarlah hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan.
4 Biarlah hari itu menjadi kegelapan, janganlah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya, dan janganlah cahaya terang menyinarinya.
5 Biarlah kegelapan dan kekelaman menuntut hari itu, awan-gemawan menudunginya, dan gerhana matahari mengejutkannya.
6 Malam itu–biarlah dia dicekam oleh kegelapan; janganlah ia bersukaria pada hari-hari dalam setahun; janganlah ia termasuk bilangan bulan-bulan.
7 Ya, biarlah pada malam itu tidak ada yang melahirkan, dan tidak terdengar suara kegirangan.
8 Biarlah ia disumpahi oleh para pengutuk hari, oleh mereka yang pandai membangkitkan marah Lewiatan.
9 Biarlah bintang-bintang senja menjadi gelap; biarlah ia menantikan terang yang tak kunjung datang, janganlah ia melihat merekahnya fajar,
10 karena tidak ditutupnya pintu kandungan ibuku, dan tidak disembunyikannya kesusahan dari mataku.
11 Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan?
12 Mengapa pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada, sehingga aku dapat menyusu?
13 Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan mendapat istirahat
14 bersama-sama raja-raja dan penasihat-penasihat di bumi, yang mendirikan kembali reruntuhan bagi dirinya,
15 atau bersama-sama pembesar-pembesar yang mempunyai emas, yang memenuhi rumahnya dengan perak.
16 Atau mengapa aku tidak seperti anak gugur yang disembunyikan, seperti bayi yang tidak melihat terang?
17 Di sanalah orang fasik berhenti menimbulkan huru-hara, di sanalah mereka yang kehabisan tenaga mendapat istirahat.
18 Dan para tawanan bersama-sama menjadi tenang, mereka tidak lagi mendengar suara pengerah.
19 Di sana orang kecil dan orang besar sama, dan budak bebas dari pada tuannya.
20 Mengapa terang diberikan kepada yang bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih hati;
21 yang menantikan maut, yang tak kunjung tiba, yang mengejarnya lebih dari pada menggali harta terpendam;
22 yang bersukaria dan bersorak-sorai dan senang, bila mereka menemukan kubur;
23 kepada orang laki-laki yang jalannya tersembunyi, yang dikepung Allah?
24 Karena ganti rotiku adalah keluh kesahku, dan keluhanku tercurah seperti air.
25 Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku.
26 Aku tidak mendapat ketenangan dan ketenteraman; aku tidak mendapat istirahat, tetapi kegelisahanlah yang timbul.”
Mengapa orang baik menderita? Pertanyaan ini terus muncul dari waktu ke waktu. Tak seorangpun dapat memberikan jawaban yang memuaskan, mengapa hal itu harus terjadi? Apabila orang jahat menderita, maka hal itu wajar sebagai konsekuensinya. Namun, mengapa orang baik juga hidupnya menderita? Tidakkah Allah berkuasa menjaga dan menghindarkan penderitaan dari orang yang dikasihi-Nya?
Inilah pergumulan Ayub, ketika penderitaan itu datang bertubi-tubi. Dia kehilangan harta bendanya, anak-anaknya, bahkan tubuhnya dipenuhi barah busuk sehingga Ayub harus mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya. Kemudian istrinya juga mengutukinya dan meninggalkannya. Sahabat-sahabatnya yang awalnya datang dengan maksud menghiburnya, ketika melihat beratnya penderitaan Ayub, mereka menangis dan tidak mampu berkata apapun.
Secara umum, kita selalu beranggapan bahwa penderitaan adalah konsekuensi dari sebuah pelanggaran. Tetapi dari kisah Ayub ini, ternyata ada sebuah rahasia ilahi yang mencelikkan mata kita untuk melihat, bahwa tidak selalu demikian. Penderitaan ada dalam dunia ini memang akibat dari dosa, tetapi Tuhan juga bisa memakai penderitaan itu supaya umat-Nya semakin mengenal Dia dan bertumbuh dalam imannya sebagaimana yang terjadi dalam hidup Ayub.
Tidak semua hal yang terjadi dalam hidup kita bisa dijelaskan dengan hukum sebab akibat. Tetapi yang terpenting adalah kita harus menyadari, bahwa Allah memegang kendali atas apapun yang terjadi dalam hidup ini. Dalam kasus Ayub, Tuhan mengijinkan Iblis untuk mencobai Ayub. Namun, Tuhan tetap pegang berkata: “hanya sayangkan nyawanya.” Kita percaya bahwa tidak ada satu hal buruk pun dapat terjadi atas hidup orang-orang yang takut akan Dia, apabila Tuhan tidak mengijinkannya. Oleh sebab itu, janganlah takut dan gentar akan hari esok, karena jika Tuhan ada di pihak kita, siapakah yang bisa menghancurkan kita?
STUDI PRIBADI: Mengapa Ayub sampai mengalami penderitaan yang begitu berat padahal Ayub hidup saleh dan jujur? Bagaimana kita memahami bahwa Tuhan tetap memegang kendali atas apa yang terjadi pada diri Ayub?
Pokok Doa: Marilah kita berdoa agar jemaat diberikan iman yang sungguh percaya akan kasih dan pemeliharaan Tuhan di tengah semua pergumulan yang dialami.