Jumat, 14 Oktober 2022
“Lalu berbicaralah Elihu bin Barakheel, orang Bus itu: Aku masih muda… Oleh sebab itu aku berkata: Dengarkanlah aku, akupun akan mengemukakan pendapatku.” (Ayub 32:6, 10)
Bacaan hari ini: Ayub 32:1-22 | Bacaan tahunan: Ayub 31-32
Ayub 31
Sekali lagi Ayub mengaku tidak bersalah
1 “Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?
2 Karena bagian apakah yang ditentukan Allah dari atas, milik pusaka apakah yang ditetapkan Yang Mahakuasa dari tempat yang tinggi?
3 Bukankah kebinasaan bagi orang yang curang dan kemalangan bagi yang melakukan kejahatan?
4 Bukankah Allah yang mengamat-amati jalanku dan menghitung segala langkahku?
5 Jikalau aku bergaul dengan dusta, atau kakiku cepat melangkah ke tipu daya,
6 biarlah aku ditimbang di atas neraca yang teliti, maka Allah akan mengetahui, bahwa aku tidak bersalah.
7 Jikalau langkahku menyimpang dari jalan, dan hatiku menuruti pandangan mataku, dan noda melekat pada tanganku,
8 maka biarlah apa yang kutabur, dimakan orang lain, dan biarlah tercabut apa yang tumbuh bagiku.
9 Jikalau hatiku tertarik kepada perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku,
10 maka biarlah isteriku menggiling bagi orang lain, dan biarlah orang-orang lain meniduri dia.
11 Karena hal itu adalah perbuatan mesum, bahkan kejahatan, yang patut dihukum oleh hakim.
12 Sesungguhnya, itulah api yang memakan habis, dan menghanguskan seluruh hasilku.
13 Jikalau aku mengabaikan hak budakku laki-laki atau perempuan, ketika mereka beperkara dengan aku,
14 apakah dayaku, kalau Allah bangkit berdiri; kalau Ia mengadakan pengusutan, apakah jawabku kepada-Nya?
15 Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?
16 Jikalau aku pernah menolak keinginan orang-orang kecil, menyebabkan mata seorang janda menjadi pudar,
17 atau memakan makananku seorang diri, sedang anak yatim tidak turut memakannya
18 –malah sejak mudanya aku membesarkan dia seperti seorang ayah, dan sejak kandungan ibunya aku membimbing dia–;
19 jikalau aku melihat orang mati karena tidak ada pakaian, atau orang miskin yang tidak mempunyai selimut,
20 dan pinggangnya tidak meminta berkat bagiku, dan tidak dipanaskannya tubuhnya dengan kulit bulu dombaku;
21 jikalau aku mengangkat tanganku melawan anak yatim, karena di pintu gerbang aku melihat ada yang membantu aku,
22 maka biarlah tulang belikatku lepas dari bahuku, dan lenganku dipatahkan dari persendiannya.
23 Karena celaka yang dari pada Allah menakutkan aku, dan aku tidak berdaya terhadap keluhuran-Nya.
24 Jikalau aku menaruh kepercayaan kepada emas, dan berkata kepada kencana: Engkaulah kepercayaanku;
25 jikalau aku bersukacita, karena kekayaanku besar dan karena tanganku memperoleh harta benda yang berlimpah-limpah;
26 jikalau aku pernah memandang matahari, ketika ia bersinar, dan bulan, yang beredar dengan indahnya,
27 sehingga diam-diam hatiku terpikat, dan menyampaikan kecupan tangan kepadanya,
28 maka hal itu juga menjadi kejahatan yang patut dihukum oleh hakim, karena Allah yang di atas telah kuingkari.
29 Apakah aku bersukacita karena kecelakaan pembenciku, dan bersorak-sorai, bila ia ditimpa malapetaka
30 –aku takkan membiarkan mulutku berbuat dosa, menuntut nyawanya dengan mengucapkan sumpah serapah! —
31 Jikalau orang-orang di kemahku mengatakan: Siapa yang tidak kenyang dengan lauknya?
32 –malah orang asingpun tidak pernah bermalam di luar, pintuku kubuka bagi musafir! —
33 Jikalau aku menutupi pelanggaranku seperti manusia dengan menyembunyikan kesalahanku dalam hatiku,
34 karena aku takuti khalayak ramai dan penghinaan kaum keluarga mengagetkan aku, sehingga aku berdiam diri dan tidak keluar dari pintu!
35 Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku! –Inilah tanda tanganku! Hendaklah Yang Mahakuasa menjawab aku! –Sekiranya ada surat tuduhan yang ditulis lawanku!
36 Sungguh, surat itu akan kupikul, dan akan kupakai bagaikan mahkota.
37 Setiap langkahku akan kuberitahukan kepada-Nya, selaku pemuka aku akan menghadap Dia.
38 Jikalau ladangku berteriak karena aku dan alur bajaknya menangis bersama-sama,
39 jikalau aku memakan habis hasilnya dengan tidak membayar, dan menyusahkan pemilik-pemiliknya,
40 maka biarlah bukan gandum yang tumbuh, tetapi onak, dan bukan jelai, tetapi lalang.” Sekianlah kata-kata Ayub.
Ayub 32 : 1-22
Elihu merasa juga berhak untuk mengemukakan pendapat
1 Maka ketiga orang itu menghentikan sanggahan mereka terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya benar.
2 Lalu marahlah Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah,
3 dan ia juga marah terhadap ketiga orang sahabat itu, karena mereka mempersalahkan Ayub, meskipun tidak dapat memberikan sanggahan.
4 Elihu menangguhkan bicaranya dengan Ayub, karena mereka lebih tua dari pada dia.
5 Tetapi setelah dilihatnya, bahwa mulut ketiga orang itu tidak lagi memberi sanggahan, maka marahlah ia.
6 Lalu berbicaralah Elihu bin Barakheel, orang Bus itu: “Aku masih muda dan kamu sudah berumur tinggi; oleh sebab itu aku malu dan takut mengemukakan pendapatku kepadamu.
7 Pikirku: Biarlah yang sudah lanjut usianya berbicara, dan yang sudah banyak jumlah tahunnya memaparkan hikmat.
8 Tetapi roh yang di dalam manusia, dan nafas Yang Mahakuasa, itulah yang memberi kepadanya pengertian.
9 Bukan orang yang lanjut umurnya yang mempunyai hikmat, bukan orang yang sudah tua yang mengerti keadilan.
10 Oleh sebab itu aku berkata: Dengarkanlah aku, akupun akan mengemukakan pendapatku.
11 Ketahuilah, aku telah menantikan kata-katamu, aku telah memperhatikan pemikiranmu, hingga kamu menemukan kata-kata yang tepat.
12 Kepadamulah kupusatkan perhatianku, tetapi sesungguhnya, tiada seorangpun yang mengecam Ayub, tiada seorangpun di antara kamu menyanggah perkataannya.
13 Jangan berkata sekarang: Kami sudah mendapatkan hikmat; hanya Allah yang dapat mengalahkan dia, bukan manusia.
14 Perkataannya tidak tertuju kepadaku, dan aku tidak akan menjawabnya dengan perkataanmu.
15 Mereka bingung, mereka tidak dapat memberi sanggahan lagi, mereka tidak dapat berbicara lagi.
16 Haruskah aku menunggu, karena mereka putus bicara, karena mereka berdiri di sana dan tidak memberi sanggahan lagi?
17 Akupun hendak memberi sanggahan pada giliranku, akupun akan mengemukakan pendapatku.
18 Karena aku tumpat dengan kata-kata, semangat yang ada dalam diriku mendesak aku.
19 Sesungguhnya, batinku seperti anggur yang tidak mendapat jalan hawa, seperti kirbat baru yang akan meletup.
20 Aku harus berbicara, supaya merasa lega, aku harus membuka mulutku dan memberi sanggahan.
21 Aku tidak akan memihak kepada siapapun dan tidak akan menyanjung-nyanjung siapapun,
22 karena aku tidak tahu menyanjung-nyanjung; jika demikian, maka segera Pembuatku akan mencabut nyawaku.”
Dalam bagian ini, kita mendapati seorang muda bernama Elihu, yang dengan sabar berdiam diri menyaksikan dan mendengarkan ketiga sahabat Ayub berdebat dengan Ayub. Ia memilih untuk berdiam dan menunggu waktu dan sikon (situasi dan kondisi) yang tepat untuk ambil bagian dalam perdebatan mereka. Mengapa?
Elihu sadar, sebagai seorang yang muda, ia harus menghormati orang yang lebih tua, yaitu Ayub dan ketiga sahabatnya. Namun, setelah ditunggu begitu lama, ia pun mulai tidak sabar terhadap percakapan yang penuh perdebatan panas yang tidak ada penyelesainnya (16, 17-20). Karena itu, ia memberanikan diri untuk ikut ambil bagian dalam percakapan tersebut. Dengan hikmat, ia berusaha untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam pendapatnya, Elihu tidak menyanggah Ayub dan tidak menempatkan diri sebagai lawan untuk menyerangnya. Begitu juga, Elihu tidak mengulangi pendapat-pendapat para sahabat Ayub atau mendukung prinsip-prinsip mereka. Demikianlah Elihu, menempatkan dirinya sebagai penengah dan tidak memihak di dalam perdebatan yang sedang terjadi (21-21). Meskipun mereka menganggapnya masih muda, kurang berpengalaman dan kurang hikmat dibandingkan mereka, Elihu yakin bahwa pendapat-pendapat yang disampaikannya dengan rendah hati dan penuh hikmat akan didengar dan diterima oleh mereka semua.
Dari sini kita belajar, jika ada percakapan dalam satu kelompok yang mengakibatkan kepada perdebatan yang panas, maka kita sebagai orang muda dalam kelompok tersebut, adalah baik dan bijaksana bila kita dengan rendah hati lebih banyak berdiam dan mendengarkan sambil menunggu kesempatan yang tepat untuk berbicara. Apabila kesempatan itu tiba, maka berbicaralah dengan tidak menunjukkan keberpihakan atau memojokkan salah satu pihak, dan berikan solusi atau masukan terhadap permasalahan dengan baik. Sehingga perkataan atau pendapat kita sebagai orang yang dianggap muda, kurang berpengalaman dan hikmat ini, boleh didengarkan dan diterima, sehingga Nama Tuhan semakin dipermuliakan.
STUDI PRIBADI: Bagaimana sikap kita sebagai orang yang lebih muda di tengah-tengah perdebatan dalam hidup ini? Apakah yang akan kita lakukan dalam situasi seperti itu?
Pokok Doa: Berdoa bagi pembinaan generasi muda gereja, agar mencetak generasi yang berhikmat dan rendah hati kepada sesamanya. Berdoa bagi regenerasi gereja muda generasi muda gereja Tuhan dapat menjadi garam dan terang dunia.