Abimelekh Menjadi Raja

MINGGU, 15 MEI 2022

“Ia pergi ke rumah ayahnya di Ofra, lalu membunuh saudara-saudaranya, anak-anak Yerubaal, tujuh puluh orang, di atas satu batu. Tetapi Yotam, anak bungsu Yerubaal tinggal hidup, karena ia menyembunyikan diri.” (Hakim-hakim 9:5)

Bacaan hari ini: Hakim-hakim 9:1-49 | Bacaan setahun: Hakim-hakim 9-10

Seorang pemimpin yang memegang kekuasaan dalam negara, bila sifatnya buruk, ia akan bertindak semena-mena terhadap rakyatnya. Sejarah mencatat beberapa pemimpin, salah satunya: Adolf Hitler. Sebagai kanselir Jerman yang juga ketua Partai Nazi, ia tidak segan-segan membunuh para penentangnya. Peristiwa mengerikan ini terjadi bulan Juni 1934, dikenal dengan persitiwa Malam Pisau Panjang; Hitler membantai dan membunuh sekitar 6 juta orang Yahudi pada kamp pembantaian yang ia bangun. Seiring berjalannya waktu, kedudukan dan kekuasaan dalam dunia, akan berakhir. Yang tersisa dari Hitler hanyalah sejarah kelam.

Abimelekh, dalam Hakim-hakim 9 adalah seorang raja yang memiliki sejarah kelam dalam kepemimpinannya atas Israel. Langkah-langkah yang diambilnya untuk menjadi seorang raja, tergolong sadis. Awalnya, ia minta dukungan orang-orang sukunya yaitu keluarga ibunya, untuk melakukan propaganda agar orang-orang Sikhem memilihnya menjadi seorang raja. Demi mencapai tujuannya, ia tega membantai 70 orang saudaranya, dan hanya satu yang selamat, Yotam. Yotam yang selamat menyerukan untuk mengutuki Abimelekh dan pengikutnya, karena mereka dulunya mengikuti Yerubaal dan setia kepadanya, kini telah mengangkat dan mendukung Abimelekh sebagai raja mereka. Kekejian Abimelekh digambarkan Yotam sebagai semak duri yang tidak mempunyai faedah dan bisa menghambat tanaman lain untuk bertumbuh. Sehingga akhirnya, Allah menghukum Abimelekh atas tindakannya di masa lampau. Ia bertempur dengan orang-orang sukunya sendiri bahkan mau dibunuh seorang perempuan (ay. 53), akhirnya ia menyerahkan diri agar dibunuh oleh bujangnya (ay. 54).

Kekuasaan dapat membutakan seseorang, sehingga bisa mengatur, mendapatkan, dan mengubah apapun yang diinginkan hatinya. Keinginan itu menjadi suatu dosa ketika terus didasari dengan kebencian, keegoisan, dan kebanggaan diri sendiri. Oleh karena itu, di sini butuh sosok pemimpin yang takut akan Tuhan, menerapkan nilai-nilai dan norma-norma kebaikan yang berlaku dalam masyarakat serta sesuai kehendak Tuhan.

STUDI PRIBADI: Bagaimana menjadi pemimpin yang ideal, dalam keluarga, gereja Tuhan dan masyarakat? Apa yang menghalangi kita menjadi pemimpin yang diperkenan Tuhan?

Pokok Doa: Berdoalah bagi para pemimpin gereja, agar tidak mengabaikan peran dan tanggung jawab menggembalakan umat Tuhan dengan menjaga teladan hidup yang penuh kasih, kudus, dan memperkenankan hati Tuhan. 

Sharing Is Caring :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *