RINGKASAN KHOTBAH
18 JUNI 2023
Bahan Pertemuan Kelompok Kecil
Bacaan Alkitab: Efesus 6:4; Kolose 3:21
Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
(Efesus 6 : 4)Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
(Kolose 3 : 21)
Fatherless menjadi fenomena yang disoroti banyak kalangan akhir-akhir ini. Fatherless Generation sendiri menunjuk kepada generasi yang kehilangan peran ayah – baik fisik maupun psikologis, dalam kehidupan dan pengasuhan mereka. Ironisnya, Indonesia disebut-sebut menjadi negara fatherless ketiga di dunia. Para peneliti melihat bahwa ada banyak faktor penyebab fenomena ini, antara lain alasan ekonomi, sosial dan juga budaya. Di dalam budaya patriarki, ayah dianggap bertanggung jawab pada urusan nafkah, sehingga kebanyakan ayah lebih sibuk dengan dunia pekerjaan daripada dengan keluarga, belum juga ada beberapa ayah yang lebih sibuk “healing” dengan diri sendiri. Mereka berpikir urusan rumah tangga dan juga hidup spiritual anak-anak bukan tanggung jawab mereka. Hal ini nampaknya bukan fenomena yang asing, karena pada kenyataannya Paulus juga mendapati kecenderungan pengabaian pendidikan iman di dalam keluarga jemaat Tuhan.
Di dalam konteks yang lebih luas, Paulus sedang menggambarkan kontras antara gaya hidup para pembaca dalam Kristus dan orang yang di luar Kristus. Gaya hidup ini tercermin dalam tiga relasi mendasar rumah tangga Kristen antara lain: relasi suami dan istri (5:22-33), anak dan orang tua (6:1-4), dan para hamba dengan tuannya (6:5-9). Romawi yang berkuasa pada saat itu memiliki pandangan hukum patria potestas, yaitu, otoritas kepala rumah yang memberikan kuasa tanpa batas atas anak-anaknya. Seorang ayah mengontrol dan memiliki semua barang dan orang yang ada dalam rumah. Ia bahkan berwenang untuk menjatuhkan mati bagi orang lain di keluarganya atau menjual mereka sebagai budak. Di tengah hukum seperti ini, Paulus melihat potensi penyalahgunaan kuasa yang dapat dengan mudah terjadi. Oleh sebab itu, Paulus ingin menasehati jemaat Efesus untuk tidak mengikuti gaya hidup hukum Romawi.
Dengan nuansa yang negatif, Paulus mengecam sekaligus membatasi hukum Romawi. Ia menasehati, “Janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu.” Di dalam Efesus 4:26-27, Paulus juga mengingatkan tentang masalah kemarahan yang terjadi di antara umat Allah. Di sana, ia menasihati para pembacanya untuk menanganinya dengan cepat karena Iblis dapat menggunakan kemarahan untuk tujuannya sendiri. Sekarang secara khusus, Paulus juga menekankan hal yang sama kepada para ayah. Di dalam tafsirannya, John Stott mengatakan, “Dibalik pengekangan terhadap otoritas ayah ini terdapat pengakuan yang jelas bahwa anak-anak, meskipun mereka diharapkan untuk menaati orang tua mereka dalam Tuhan, adalah orang-orang yang tidak boleh dimanipulasi, dieksploitasi, atau dihancurkan.” Hal ini juga yang menjadi nasihat Paulus dalam Kolose 3:21. Paulus menasihati para ayah untuk tidak menyakiti hati anak-anak mereka. Tentu saja kemarahan anak-anak tidak selalu diungkapkan di depan ayah. Apalagi mengingat budaya pada waktu itu dimana anak-anak memiliki posisi yang rendah dalam keluarga. Jika tidak terima dengan tingkah laku anaknya, seorang ayah bisa melakukan apa saja terhadap anak tersebut. Akibatnya, kemarahan anak-anak biasanya hanya terpendam di dalam hati dan menimbulkan luka.
Selanjutnya, Paulus memberikan nasihat positif kepada para ayah agar mendidik anak-anak “di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Kata kerja “didiklah” (ἐκτρέφω – ektrephō) juga muncul dalam 5:29 terkait dengan Kristus mengasuh dan merawat jemaat. Dengan kata lain, seorang ayah harus mendidik anak-anak sama seperti Kristus yang mengasuh dan merawat jemaat-Nya. Kasih seyogyanya menjadi dorongan terkuat dalam proses pendidikan rohani anak-anak. Sayangnya kebenaran yang sederhana ini pun sering dilupakan. Sebagian mendidik anak dengan tujuan agar anak-anak tidak nakal dan mempermalukan orang tua. Selanjutnya, ajaran dan nasihat yang harus diberikan oleh para ayah dijelaskan berasal dari Tuhan. Perhatian orangtua bukan hanya supaya anak-anak menjadi taat pada otoritas mereka, tetapi melalui ajaran dan nasihat ini mereka akan mengetahui dan mengenal Tuhan sendiri. Dengan demikian belajar mengenal Kristus dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus Kristus tidak hanya muncul dalam komunitas Kristen, tetapi juga di dalam keluarga. Dan ayah sebagai kepala keluarga – sama seperti Kristus yang adalah kepala tubuh, dipanggil untuk memimpin keluarga mengenal ajaran dan nasihat Tuhan.
Mark Holmen di dalam bukunya Church+Home mengatakan, “Gereja dipanggil untuk menjadi rekan seumur hidup (bukan pengganti) orangtua untuk membantu orang-orang mengenal kisah Allah, menceritakannya dan menjadi kisah itu sendiri selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan itu dimulai dari rumah baru ke luar ke seluruh aspek hidup mereka.” Anda dapat mencari orang lain untuk mengatasi persoalan bisnis dalam pekerjaan dan pelayanan di gereja, namun tidak ada orang lain yang dapat bertanggung jawab mengatasi persoalan di dalam keluarga selain peran ayah bersama dengan ibu. Anda sebagai orang tua, secara khusus para ayah dipanggil untuk hadir bagi anak-anak dan keluarga, sebelum mereka mencari “pengganti” peran Anda.
Efesus 5 : 22-23
22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
Efesus 6 : 1-4
1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
2 Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini:
3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.
4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Efesus 6 : 5-9
5 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus,
6 jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah,
7 dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia.
8 Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.
9 Dan kamu tuan-tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka.
Efesus 4 : 26-27
26 Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu
27 dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.
Kolose 3 : 21
21 Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.
Efesus 5 : 29
29 Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
- Bagikan pada anggota yang lain apa hal yang paling membekas bagi Anda dari kotbah hari Minggu kemarin (Ilustrasi? Poin kotbah? Suasana hati Anda? Dsb)? Mengapa?
- Menurut Anda, berapa banyak waktu yang kita habiskan bersama keluarga? Kemudian bandingkan dengan waktu untuk pekerjaan, pelayanan, hobi, dll. Apakah Anda sedang melewatkan waktu-waktu bersama dan masa penting pertumbuhan iman anak-anak Anda?
- Sebagai seorang ayah, bagaimana cara kita untuk mengajarkan firman Tuhan sejak dini?
Tuliskan sebuah komitmen bagaimana cara Anda untuk mendidik anak-anak agar mengenal Tuhan!
- Doakan relasi yang retak antara ayah dan anak dapat pulih.
- Doakan agar kasih Kristus semakin nyata di dalam keluarga.