Selasa, 31 Januari 2023
“Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya.” (Amsal 17:28)
Bacaan hari ini: Amsal 17:1-28 | Bacaan setahun: Amsal 17
Amsal 17 : 1-28
1 Lebih baik sekerat roti yang kering disertai dengan ketenteraman, dari pada makanan daging serumah disertai dengan perbantahan.
2 Budak yang berakal budi akan berkuasa atas anak yang membuat malu, dan akan mendapat bagian warisan bersama-sama dengan saudara-saudara anak itu.
3 Kui adalah untuk melebur perak dan perapian untuk melebur emas, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.
4 Orang yang berbuat jahat memperhatikan bibir jahat, seorang pendusta memberi telinga kepada lidah yang mencelakakan.
5 Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya; siapa gembira karena suatu kecelakaan tidak akan luput dari hukuman.
6 Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.
7 Orang bebal tidak layak mengucapkan kata-kata yang bagus, apalagi orang mulia mengucapkan kata-kata dusta.
8 Hadiah suapan adalah seperti mestika di mata yang memberinya, ke mana juga ia memalingkan muka, ia beruntung.
9 Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib.
10 Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.
11 Orang durhaka hanya mencari kejahatan, tetapi terhadap dia akan disuruh utusan yang kejam.
12 Lebih baik berjumpa dengan beruang betina yang kehilangan anak, dari pada dengan orang bebal dengan kebodohannya.
13 Siapa membalas kebaikan dengan kejahatan, kejahatan tidak akan menghindar dari rumahnya.
14 Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.
15 Membenarkan orang fasik dan mempersalahkan orang benar, kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN.
16 Apakah gunanya uang di tangan orang bebal untuk membeli hikmat, sedang ia tidak berakal budi?
17 Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.
18 Orang yang tidak berakal budi ialah dia yang membuat persetujuan, yang menjadi penanggung bagi sesamanya.
19 Siapa suka bertengkar, suka juga kepada pelanggaran, siapa memewahkan pintunya mencari kehancuran.
20 Orang yang serong hatinya tidak akan mendapat bahagia, orang yang memutar-mutar lidahnya akan jatuh ke dalam celaka.
21 Siapa mendapat anak yang bebal, mendapat duka, dan ayah orang bodoh tidak akan bersukacita.
22 Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.
23 Orang fasik menerima hadiah suapan dari pundi-pundi untuk membelokkan jalan hukum.
24 Pandangan orang berpengertian tertuju pada hikmat, tetapi mata orang bebal melayang sampai ke ujung bumi.
25 Anak yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya.
26 Mengenakan denda orang benar adalah salah, memukul orang muliapun tidak patut.
27 Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin.
28 Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya.
Beberapa waktu lalu, saya melihat sebuah gambar jenaka. Gambar ini dimulai dengan pertanyaan, “Jika saya berjanji memberi Anda uang sebanyak satu miliar rupiah asal Anda mau melompat dari pesawat tanpa parasut, kira-kira apakah Anda akan bersedia?” Saya kira kita semua akan dengan lantang berkata tidak. Nah, si pembuat gambar menyadari hal itu. Menariknya, dia melanjutkan, “Tapi bagaimana bila saya memberitahu Anda bahwa pesawat itu sebenarnya sedang ada di daratan?” Dia lantas menutup gambarnya dengan mengingatkan kita bahwa ada baiknya kita mengetahui sesuatu dengan baik sebelum kita membuka mulut kita.
Di dalam Kitab Amsal, kita akan menemukan ada pengontrasan antara orang berhikmat dan orang bodoh. Tentunya ada banyak hal membedakan mereka. Tetapi dalam bagian ini, penulis Amsal menegaskan bahwa salah satu pembeda penting keduanya adalah cara mereka menggunakan lidah dalam menyikapi masalah. Di ayat 27, orang bijak ditandai dengan satu ciri utama, yakni kemampuan mengendalikan lidahnya. Ini sangat diperlukan khususnya dalam keadaan yang provokatif dan mudah memicu amarah. Bila orang bodoh akan mudah tersulut dan lepas kendali, orang bijak akan menahan diri untuk berkata-kata, tidak mudah terprovokasi. Sedemikian penting pengendalian lidah, penulis Amsal menyatakan bahwa seandainya orang bodoh bisa menahan lidahnya dengan jalan lebih banyak diam, maka orang lain bisa berpikir bahwa orang bodoh itu adalah orang yang bijak!
Kita hidup di tengah zaman yang serba instan dan penuh tekanan. Salah satu dampaknya, kita dituntut menyikapi segala sesuatu dengan cepat. Sayangnya, hal ini membuat kita tidak memiliki waktu mencerna informasi dengan baik. Akibatnya, kita cenderung menjadi sangat reaktif. Di tengah keadaan demikian, hari ini penulis Amsal mengingatkan kita agar sedikit lebih melambat dan mengambil waktu untuk mencerna informasi dengan baik. Ada baiknya kita belajar menahan diri untuk terlalu cepat bereaksi dan berpikir dengan baik sebelum berkata-kata. Percayalah, Anda tidak akan menyesali sikap demikian.
STUDI PRIBADI: Apakah Anda masih bergumul dengan sikap reaktif? Bagaimanakah Anda berjuang mengatasi hal tersebut?
Pokok Doa: Doakan agar anak-anak Tuhan, dan khususnya para pemimpin gereja, memiliki sikap yang tepat dan bijaksana dalam menggunakan lidah mereka.